Munir dan sebuah percakapan dari Tahun 2029
Baiklah, nak. Kemari dan berbaringlah di pangkuanku. Akan kuceritakan kepadamu sebuah cerita. Ini bukan cerita rekaan, bukan pula roman picisan. Dulu pada masa yang belum terlalu lampau, di negeri kita ini, hidup seorang lelaki. Lelaki berani, yang maqom keberaniannya sangatlah sulit kau temukan samanya. Tubuhnya kurus, tak sebesar Hulk. Ototnya kecil, tak seperkasa Dwyne Johnson dalam Hercules: The Tracian Wars. Tapi pukulannya kuat sekali, lebih kuat dari pukulan palu si Thor. Dan nyalinya besar, nak. Tangguh sekali. Lebih tangguh dari Achilles dalam kisah Troy. Namun tak seperti dongeng-dongen kepahlawanan yang sering ku ceritakan kepadamu, lelaki ini tak hidup dalam bayang-bayang mitologi. Ia nyata. Keberaniannya tumbuh dalam bilik-bilik sunyi tempat ketidakadilan bermekaran. Lelaki kecil berambut merah dan berkumis lebat ini, hadir tepat di tengah diskriminasi dan kedzaliman berkecambah. Di sudut-sudut dusun yang kumuh, juga di gubuk-gubuk reot kaum buruh. Ia datang kepada...