Kontemplasi di Semester Senja
Kalaupun
Einstein tidak pernah menemukan hukum relativitas, waktu akan berjalan seperti
biasa dan sama esensialnya. Dalam hukum relativitas, waktu memang tidak secara
langsung dituliskan dalam formula tersebut. Namun, andil waktu dalam substansi
formula itu benar-benar penting. Perjalanan hidup saya selalu paralel dengan
berjalannya waktu. Saya mengisi ruang dan waktu yang membawa saya pergi ke
tempat lain. Dalam pemikiran sadar saya, tak pernah saya terlalu berpikir
terlalu dalam akan mencapai tahap sejauh ini dalam hidup: menentukan arah.
Mengingat kembali
saat saya pertama kali bermimpi menjadi mahasiswa, saya masih terlalu polos.
Memasuki salah satu kampus yang menurut banyak orang kampus ini merupakan
kampus yang dijuluki kampus aquarium yang dimana bangunannya berisikan kaca .
Layaknya seperti anak ingusan yang duduk di akhir masa sekolah, saya pun tak
banyak berpikir untuk tidak belajar di tempat ini. Puji syukur, Tuhan punya
cara untuk memberi jalan kepada hamba-Nya. Saya menjalani hari di kampus ini
praktis tanpa ekspektasi berlebih. Saya tahu kehidupan di sini tak akan
semenarik kehidupan di sekolah. Orang-orang dari penjuru kota berdatangan
dengan maksud dan caranya masing-masing.
Kata orang, kampus
sdalah miniatur negeri. Saya percaya itu sebagian. Ini tak bisa dibantah, namun
tak ada miniatur negeri jika faktanya kita masih di negeri tersebut. Saya tak
mau dibanjiri oleh pikiran yang terlalu mengekang tersebut. Praktis saja:
kampus ini adalah tempat berpikir lalu berkarya. Manusia yang belajar di kampus
ini sering dijejali dengan harapan-harapan yang hampa. Kami acapkali diberi
ekspektasi tinggi dengan hal-hal yang bahkan jauh dari keadaan yang ada di
sini. Konsep bunga yang layu sebelum berkembang memang tidak cocok, namun kami
adalah bunga yang menguncup kembali sebelum akan jatuh ke bumi.
Konsep kenegaraan
bukan hal yang buruk untuk disisipkan pada kehidupan kampus. Ini adalah cara
yang mungkin paling tepat. Namun, tak adil jika dunia ini terlalu diisi oleh
negarawan yang terlalu bangga pada almamaternya. Mengisi hidup dengan
kesederhanaan seperti membangun keluarga yang baik sama pentingnya. Negeri ini
jelas butuh setumpuk pemimpin yang baik. Namun, salah jika menggantungkan
banyak harap pada mahasiswanya yang bahkan masih terlalu sibuk memikirkan ujian
esok hari saja. Hari ini akan menjadi penting, namun bukan untuk diisi oleh
harapan soal kami. Membangun negeri ini artinya memberi jalan pada semua orang
untuk melahirkan karya.
"Dulu, nama
kampus disebabkan oleh karena kehebatan mahasiswanya. Sekarang, mahasiswa ingin
hebat karena nama besar kampusnya," kata Pidi Baiq, dalam Quotesnya.
Saya sadar betul
saya pun terlalu termakan oleh dogma. Saya ingin sukses, namun pikiran tadi
terdengar seperti kaleng kosong. Tak ada yang namanya kampus terbaik tanpa
mahasiswa dan mantan mahasiswanya. Bukan ingin mendiskreditkan kampus ternama,
melainkan kampus harusnya tidak melestarikan pemikiran fana. Lebih baik
mengesampingkan kebanggaan yang terlalu tinggi. Karya dan kontribusi akan
menjadi pembeda pada akhirnya. Biarlah kami menentukan jalan dan beramal di
bidang yang dipilih. Jangan bebankan dengan harapan yang terlampau tinggi tak
tahu arah.
Setelah saya keluar
dari kampus ini, saya berpikir ulang tentang apa yang ingin saya raih.
Nampaknya jalur hidup sudah terlalu terbaca dari sini. Bukan masalah, hanya
perlu menjalani saja. Semoga itu tidak lahir dari sekadar kebanggaan terhadap
almamater saja. Baiknya hidup ini diisi dengan hal yang baik. Tak perlu berat,
ringan saja sudah cukup. Biarlah mengalir tanpa banyak berharap. Begitu kan
konsep dari mengisi kehidupan?
Komentar
Posting Komentar