Sesat Berpikir APTISI Banten dalam Menyikapi Kampus Murah ala UNPAM

Beberapa hari lalu, saya membaca berita biem.com. Salah satu berita yang menarik perhatian berjudul "Tak Terima ada Kampus Murah, Asosiasi Perguruan Swasta Ngadu ke Walikota Serang", sontak saya kaget dan terkejut.

Dilansir dari laman biem.com, puluhan perwakilan dari berbagai kampus yang tergabung dalam Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Wilayah IV-B/Banten itu mengadukan keberadaan kampus baru UNPAM yang membuka cabangnya di Kota Serang dengan harga murah, yaitu hanya Rp150 ribu untuk setiap mahasiswa per bulannya dan tidak ada biaya lain yang dibebankan. “Kita juga tidak ingin membatasi atau Unpam tidak boleh beroperasi di sini karena sekarang ini sudah dibebaskan oleh pemerintah. Kita berterima kasih kalau pihak pengelola pendidikan tinggi mau berinvestasi di daerah-daerah, termasuk di Serang. Tentu saja harapan besar, tapi yang harus diperhatikan adalah keseimbangan atau kerja sama dengan kampus-kampus yang sudah ada. Jangan satu hidup, satu bermasalah,” ujar Abas Sunarya ketua APTISI, Senin (15/3/2021).

Rupanya konsep kuliah murah ala UNPAM membuat "sewot" beberapa Universitas Swasta lain yang menerapkan "biaya kuliah tinggi".  Jika pendidikan adalah hak segala bangsa, lantas mengapa tak terima biaya kuliah murah?  Hal ini tentu saja menjadi pertanyaan untuk kita semua; sebenarnya tujuan adanya perguruan tinggi itu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, atau sebatas menjadi lahan bisnis saja? Dengan adanya fenomena ini, saya rasa konstitusi kita menjamin dan menetapkan pendidikan sebagai hak bagi semua rakyat Indonesia yang termaktub dalam UUD 1945 sudah tercoreng dan dinodai oleh lembaga-lembaga kapitalis yang mempergunakan sektor pendidikan sebagai komoditas utama dalam bisnis antar penyedia dengan penerima kebutuhan pendidikan itu sendiri. Bagaimana mau cerdas, jika masih ada oknum-oknum yang membuat itu semua Nampak seperti rupiah di mata mereka.

Kemudian, asosiasi terkait memaparkan alasan mengapa mereka mengadukan nilai rupiah yang ditawarkan oleh kampus yang bersangkutan kepada Wali Kota dengan dalih bahwa dikhawatirkan kampus-kampus swasta lainnya menjadi sepi minat yang diakibatkan oleh biaya murah administrasi salah satu kampus swasta lainnya. Justru, alasan ini sangat tidak masuk akal dan egois sekali di tengah masa pandemi yang sulit ini bagi setiap mahasiswa yang kurang berkecukupan harus dibebankan dengan biaya administrasi kampus dan semacamnya yang mencuat tinggi, padahal UNPAM sendiri malah menawarkan sebaliknya. Tentu saya juga berharap Walikota Serang agar tidak terlibat dalam upaya mempersempit ruang pendidikan tinggi, dan tetap berkomitmen dalam peningkatan sumber daya manusia di Kota Serang.

Saya bukan mahasiswa UNPAM, tetapi saya kira kita semua sepakat bahwa pendidikan adalah hak semua warga negara sebagaimana di amanatkan undang-undang. Ini bukan persoalan kavling bisnis atau akumulasi modal, pemerataan pendidikan hal yang harus turut kita dukung dan mestinya Povinsi  Banten dan Indonesia pada umumnya sudah seharusnya pada potret pendidikan yang mencerahkan. Pasalnya, selama ini pendidikan di perguruan tinggi mendapat stereotype hanya dapat diakses oleh masyarakat ekonomi menengah atas, seharusnya pendidikan tidak boleh seperti itu, pendidikan harus bisa diakses oleh siapapun dari kelas ekonomi manapun. Maka pendidikan murah adalah sebuah keniscayaan yang harus diperjuangkan dan diapresiasi oleh seluruh stakeholder.  Sudah seharusnya perguruan tinggi menjadi inklusif dan bermanfaat bagi rakyat banyak, tidak lagi menjadi menara gading yang tinggi menjulang tetapi lupa dengan keadaan rakyat di sekitarnya.

Jika UNPAM mampu menjawab kebutuhan untuk dapat mengakses pendidikan tinggi yang memasang tarif sesuai kemampuan masyarakat ekonomi kaum marjinal, lantas mengapa kampus-kampus lain  tidak meniru langkah serupa?

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pandemi, Organisasi Mahasiswa, dan "Jadwal Molor" Pemira Unsera

Wisuda Drive Thru Unsera; Komersialisasi Pendidikan di Masa Pandemi

Kisah Fajar, Embun dan Senja