Eksploitasi Wanita


Wanita lebih suka mengabdi pada kekinian dan gentar pada ketuaan; mereka dicengkam oleh impian tentang kemudaan yang rapuh itu dan hendak bergayutan abadi pada kemudaan impian itu. Umur sungguh aniaya bagi wanita. 
( Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia; 89)

Wanita seringkali mudah membelanjakan hartanya untuk memenuhi kriteria cantik dengan segala bentuk kebutuhan kosmetiknya, namun enggan dan teramat perhitungan untuk konsumsi nalarnya. Kecantikan bagi wanita seolah menjadi hal yang paling vital dari diri seorang wanita, sehingga mereka seringkali tak segan melakukan apapun  demi mencipta kecantikan. Mereka rela menyiksa tubuhnya dengan tidak makan demi mencapai tubuh yang ideal dan proporsional.  Mereka rela menghabiskan banyak uang untuk memperoleh kulit yang putih mulus, rambut yang hitam lurus, payudara yang montok, tubuh langsing dan bokong yang menggairahkan. Benar-benar terjebak dalam kebahagiaan artifisial. Pun sebenarnya realita itu tak pernah lepas dari kausalitas. Paradigma bahwa perempuan harus cantik, harus bergincu, harus beralis, harus ini dan harus itu agar nampak cantik adalah produk dari mitologi kecantikan yang dibuat kapitalis untuk memanfaatkan kesadaran palsu wanita. Para kapitalis memproduksi produk-produk kosmetik dan kecantikan kemudian menciptakan iklan-iklan untuk memasarkan produknya untuk menghegemoni masyarakat bahwa perempuan harus mempesona secara physicly. Dengan demikian akan melucuti kepercayaan diri seorang wanita ketika tidak tampil cantik. Hal ini menjadi salah satu cara untuk menjadikan perempuan mulai membenci tubuhnya. 

Bersamaan dengan mitologi kecantikan diciptakan, maka diciptakan pula produk-produk kecantikan maupun teknologi-teknologi di bidang perawatan sebagai solusi untuk memenuhi kriteria cantik yang dimitoskan untuk mendapatkan pemuasannya. Sehingga rambut, alis, bibir, hidung dan bagian tubuh lainnya dengan mudahnya di otak-atik dan bahkan dirubah. Dan menjadikan wanita korban untuk menjadi cantik, sekaligus korban kapitalis untuk mengeruk harta rakyat melalui wanita salah satunya. Selain itu wanita juga belajar merekonstruksi mulai dari fungsi wajah dan fungsi bagian tubuh lainnya. Mata yang fungsinya untuk melihat mulai dihiasi berbagai macam eye shadow, bibir yang fungsinya untuk berbicara mulai dibumbui dengan gincu, alis dan kelopak mata yang fungsinya untuk melindungi mata mulai di sulam dan dihiasi dengan bulu mata anti badai, gigi yang fungsinya untuk makan mulai dipagari dan segala macam upaya reparasi bagian tubuh lainnya. Dan inilah salah satu cara kapitalis menyerang perempuan yakni dengan menciptakan mitos kecantikan melalui rekonstruksi nalar patriarki dalam industri kecantikan. 

Wanita dieksploitasi luar dalam, wanita diserang secara fisik maupun psikologis. Wanita dibuat mudah membelajakan uang yang akan kembali pada kapitalis. Fisiknya dibuat rusak akibat reparasi yang dilakukannya, psikisnya diserang dengan  rasa tidak nyaman setiap kali berpenampilan tanpa gincu, alis, bulu mata,eye shadow, dan macam-macamnya. Sehingga menjadikan seperangkat alat kosmetik menjadi bagian dari diri perempuan. Sehingga mereka akan terus menjadi konsumen dari  produk-produk tersebut,  dan kapitalis kegelinjangan menikmati uangnya, sementara wanita terus saja di eksploitasi. Wanita dijadikan obyek pemasaran dari produk-produk kecantikan. Belum lagi ketika iklan yang disajikan menyuguhkan penampilan sebelum dan sesudah pemakaian produk sebagai testimoni, dan itu sebenarnya menjadi gejala dehumanisasi terhadap perempuan. Disinilah perempuan dijadikan obyek penindasan. Namun yang lebih memprihatinkan perempuan tak menyadari itu, sehingga mereka sama sekali tak malu meskipun dijadikan obyek penindasan dan telah menjadi korban dehumanisasi.  Memilukan memang, ketika wanita dikelabui kesadaran artifisial, kehilangan spirit eksistensialnya untuk mengembangkan feminitasnya. wanita luput dari kesadaran, bahwa mereka dieksploitasi luar dalam.  Ringan untuk membelanjakan uang demi memenuhi indikator dan kriteria cantik dengan segala keperluan kosmetiknya. 

Menurut analisa saya, perempuan yang cerdas tidak akan terjebak dalam kebahagiaan artifisial, dia akan lebih memilih melakukan aktivitas-aktivitas yang lebih eksistensial daripada sekedar sibuk merias diri. Mereka tidak akan malu keluar tanpa  make-up. Perempuan yang cerdas  akan lebih memilih membelanjakan uangnya  untuk keperluan konsumsi nalarnya. Seperti quote yang baru-baru ini lagi viral bahwa dipuji karena cantik itu memang menyenangkan, akan tetapi dikagumi karena prestasi dan kecerdasan jauh lebih membanggakan. Karena dunia ini terlalu kejam jika hanya mengandalkan kecantikan, wanita akan terus dieksploitasi tanpa sadar, wanita akan terus menjadi obyek penindasan dan wanita akan terus menjadi korban dehumanisasi. Tidak cantik saja wanita selalu menjadi obyek pelampiasan birahi pria, tidak cantik saja wanita seringkali menjadi korban pelecehan asusila, lantas masih inginkah kau mempercantik diri untuk menciptakan penampilan yang mempesona bagi para laki-laki wahai saudariku? Aku rasa kau tak ingin menjadi korban, saudariku.  


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pandemi, Organisasi Mahasiswa, dan "Jadwal Molor" Pemira Unsera

Wisuda Drive Thru Unsera; Komersialisasi Pendidikan di Masa Pandemi

Kisah Fajar, Embun dan Senja