Gadis dengan Sejuta Senyum yang Kutemui di Kampus Kaca
*Sebuah Cerpen
Saat ini aku melihatnya berlarian di tengah hujan. Kali
ini dressnya merah muda. Tangannya sesekali dia tengadahkan, sekedar
mengkonfirmasi–apa rinai yang ia lihat, sama derasnya dengan yang ia rasakan.
Lalu ia kembali melanjutkan perjalanan, dan tersenyum. Beberapa saat lalu,
kutemui dirinya terengah-engah. Naik turun tangga, lalu kami kembali bertemu di
tempat fotokopi, dia merapikan berkasnya. Rasa-rasanya dia sedang riweuh…sedang
buru-buru, jemarinya ia ketukkan di atas meja saat petugas fotokopi lambat
melayaninya. Kemudian dengan pelayananan yang alakadarnya, wajah super ketus,
petugas itu bilang,
“Uang kecil aja sih mbak, nggak ada kembalian.”
Sambil menyodorkan dengan kasar. Aku yang menyaksikannya saja ingin mengumpat.
Tapi gadis itu tersenyum,
“Nggak ada tuh mas. Yasudah mas bawa dulu saja uang
saya. Saya buru-buru.”
“Loh mbak–” lalu
dia beralih begitu saja.
Esoknya aku bertemu lagi dengan gadis itu, di jalan
penyebrangan dekat kampus. Lagi-lagi dia sedang tersenyum, sedang membawa
bingkisan yang ada di bungkusan plastik. Padahal kantong kresek yang dibawa di
tangan kanannya itu berat–tampak karena saking masih banyaknya isi yang ada
bungkus disitu.
Pernah kutemui juga dia di kantin, sedang berkumpul
dengan beberapa sahabatnya. Di bawah kipas angin, kerudungnya tertiup hingga
sedikit berkibar. Rupanya dia tak pernah sadar jika sedang kuamati. Sambil
menyuap beberapa sendok nasi, ia mendengarkan sahabatnya bercerita, dengan
menggebu-gebu. Dia sesekali menimpali dengan tak kalah cerianya. Lagi-lagi kudapati
ekspresi yang sama, dia tersenyum.
Pun saat dia jalan pergi ke parkiran…dia hanya terdiam
melihat parkir yang tak beraturan. Sepertinya dia sedang berpikir dan menghela
nafas. Gadis itu keberatan menggeser motornya sendiri, butuh waktu cukup lama
untuk mengeluarkan kendaraan maticnya dari kerumunan motor.
Tapi dia tidak buru-buru keluar, jarak dua motor di sebelahnya ada gadis lain
yang taksekuat dia. Diletakkannya kembali motor warna merah muda miliknya, dan
dia berjalan ke arah sana, membantunya. Ya Tuhan! Gadis ini…lalu dengan sudut
bibir yang sama, dia tersenyum setelah semuanya usai.
Kutelusuri dia di sosial media, aku tahu siapa dia
setelah dia menjadi pembawa acara di salah satu acara kampus. Kucatat benar
namanya! Aku mencoba mengakses akun-akun sosial medianya. Tak ada satupun
keluhan di akunnya. Aku tahu dia pasti sembunyi di balik kata bijak. Seolah
yang dia punya hanyalah kebahagiaan. Dia kembali memenuhi ruang dan waktu
dengan senyumnya itu.
Aku sampai pada satu kesimpulan; orang yang bisa mendengar
keluh kesahnya, kesedihannya, menghibur lukanya…pastilah beruntung. Saat gadis
itu menunjukkan lemahnya, pastilah orang itu memiliki peran yang kuat di
hidupnya.
Dan itu bukan aku.
Andai dia tahu, aku juga ingin menguatkannya.
Komentar
Posting Komentar