Potret Jalanan Kota Serang
Kakek itu sangat sayu. Terlantar di jalanan, serasa tidak punya tempat untuk pulang. Anaknya entah ada dimana sekarang. Rekaman tentang rutinitas yang dijalani dua tahun yang lalu masih terus membayangi. Hari ini, kakek itu terdiam dalam doa, di sebuah pinggir jalan trotoar, tepat dipersimpangan lampu merah. Ada rasa rindu yang tak terungkap, hanya karena dia tidak terbiasa untuk mengungkapkannya. Hanya sebuah senyuman yang sederhana, seolah berkata; "Anakku, kamu dimana?"
Kakek sangat senang ketika ada yang datang. Ya, banyak orang datang menghampirinya. Melihat-lihat, tak jarang berbagi secercah receh ataupun bahan makanan. Tapi bukan itu yang kakek rindukan, karena nikmat rasa pun agaknya sudah tak terlalu banyak bisa dimiliki lidahnya yang tua. Tapi kedatangan mereka yang berkunjung, memberi sedikit obat rasa rindu. Hanya saja, seperti cerita yang sudah sampai sebelumnya, dia tak terbiasa mengatakannya. Hanya dalam sebuah kalimat sederhana, “kalian sudah kakek anggap anak kakek sendiri.”
Di perjalanan pulang dari kampus, aku terus berpikir, jika dia adalah ayah, atau kakekku. Atau lebih jauh lagi, jika kakek itu adalah aku. Seperti apa rasanya, ya? Hidup dalam sebuah rutinitas, tanpa lembut kasih sayang keluarga. Di saat ketika keluarga justru yang kita perjuangkan sepanjang kehidupan kita.
Sejenak aku teringat lagi sebuah spanduk yang terpampang jelas di depan panti werdha, ditulisnya
“Tempat paling mulia bagi orang tua dan lanjut usia adalah tetap bersama keluarga."
Serang, 13 November 2017
“Tempat paling mulia bagi orang tua dan lanjut usia adalah tetap bersama keluarga."
Serang, 13 November 2017
Keluarga adalah rumah
BalasHapusWaktu adalah kado terindah dalam hidup dan sehat adalah nikmat dalam menjalaninya, keluarga adalah rumah terhangat yang penuh dengan kasih sayang, perhatian dan penantian. Jarak akan tuntutan membuat semuanya merasakan betapa berharganya ketika berkumpul ❤
BalasHapus