Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2018

Jangan Bunuh Potensi Seni Kami

Bakat seni biasanya tidak lahir sendirian, mereka hadir satu paket. Bakat seni. Setahu saya, tidak lahir senidirian hanya pada satu topik. Maksud saya, jika seorang anak berbakat menggambar, kemungkinan besar dia-pun punya bakat dibidang seni lain. Bisa jadi dia berbakat menulis, bisa jadi berbakat di musik, bisa jadi berbakat di teater, atau mematung. Paling tidak, dia pasti punya bakat untuk menikmati pada seni-seni lainnya, apapun itu. Itu mengapa, mereka punya selera hiburan yang menarik. Anak-anak yang terlahir dengan bakat seni, lebih peka terhadap keindahan. Lebih peka terhadap akses-akses yang tidak kita perhatikan. Bisa jadi lebih mudah menikmati segala sesuatu. Barangkali mereka tidak pintar menghitung, tidak pintar menghafal rumus fisika, barangkali mereka terlihat aneh. Barangkali mereka suka membicarakan hal-hal yang absurd. Tapi percayalah, orang-orang dengan potensi seni adalah orang-orang yang dengan sangat cerdas bisa berfilosofi dan berfikir secara ...

Memangnya kalau kamu menulis, siapa yang akan membaca?"

" Memangnya kalau kamu menulis, siapa yang akan membaca?" Ya. Sekalipun tidak ada, aku masih mampu membaca. Akan aku baca kembali, lalu aku menyadari sebanyak apa aku telah berubah dikemudian hari. Ini membuatku kembali membongkar kotak kenangan. Yang diantaranya banyak tulisan-tulisan lapuk dan usang. Pandai sekali untuk menertawakan diri sendiri, hanya karena tulisan lama. Bukan karena tulisan humor, tapi tulisan itu sudah menjadi lelucon untuk ditertawakan sendiri. " Tulisan adalah sebagian hidup yang kita jalani. Diantara kata-kata yang terangkai, disitulah tersisipkan dirimu diusia pada masanya." Suka atau tidak, disadari atau tidak. Tulisan merangkum jejak hidup dan perkembangan kedewasaan. Dari kemampuan menulis, merangkai menyusun kata, dan berimajinasi. Bahkan merekam perubahan-perubahan watak yang bisa disajikan lewat tulisan tangan. Tertawa saat sekarang ini kembali membaca tulisan lama, yang dituangkan secara lugu. Bahkan bisa tim...

Pukul Tiga Pagi

Pukul tiga pagi Tak sampai-sampai ku raih mimpi Bukan bersebab secangkir kopi Memang ada beberapa hal yang membuat runyam Yang belum juga dikemas-rapikan Bukan maksud mengutuki malam Mengapa begitu panjang Betapa Purnama begitu menenangkan? Hawa juga sedang menyenangkan Pukul tiga pagi Ku harus benar-benar terpejam Menikmati mimpi-mimpi Sekejap membuang apa-apa yang menyukarkan Supaya saat mentari menyapa Mata kembali terjaga Tubuh juga tegap siaga Karena bukannya karunia-karunia sedang tiba? Serang, 31 Maret 2018

Potret Kehidupan

_ Ada penjual salak yang sedang tidur di bekas kios yang sempit. Ada sepasang kakek-nenek yang duduk santai menonton lalu lintas. Ada kakek tua tukang rongsokan yang sedang memilah plastik bekas air mineral. Ada tukang parkir Bank yang sedang menyandarkan tubuhnya di pohon penuh harap. Ada penjual asongan, ada yang sedang mengobrol di warung kopi pinggir jalan, ada yang sedang jajan cilok, ada pedagang asongan, anak sekolahan, dan masih banyak lagi. ________________________________________ Memerhatikan berbagai macam potret kehidupan. Demi sejenak meredam ketakutan di dunia yang kejam. Serang, 12 Maret 2018

Bunga Tidur dari Kamu, Gadis Berpipi Tirus

Hai. Baru saja aku memimpikanmu Masih amat jelas mimpi itu Ah, mungkin aku hanya merindu Jadi begini namanya rindu. Memilukan. Bukan. Mengilukan. Serasa aku ingin berlari berhambur segera menujumu Tapi apalah daya. Siapalah saya. Kita bukan satu. Bukannya bukan. Tapi mungkin belum. Baik. Mari ulangi Kita belum satu. Itu yang kupingini Kita masih terpisah. Masih di belahan bumi yang serasa jauh Padahal mungkin jarak sangatlah dekat Tapi memang nyatanya kita bersekat Ah. Aku terlalu senang dengan bunga tidur tadi Kamu, begitu jelas dan nampak terang Bukan sekedar abu abu belaka Atau bayangan hitan yg muncul sesekali Lalu pergi Tanpa kembali Hai. Kamuuu. Ah. Aku sudah kehabisan kata kata Untuk menjabarkan isi hati Sampai kapan kita begini? Atau kah selamanya? Atau ada masa dimana kita bisa saling berkisah Dan berkeluh kesah. Entahlah. Hai, lagi. Kamu. Lagi. Aku menunggu perjumpaan yang lain. Bukan dalam bunga tidur. Tapi dikehidupan. Yang nyata Se...

Lalu, Hanya Menulis!

Sebuah pena dengan cantiknya melenggak-lenggok layaknya penari balet dalam sebuah pentas megah. Pena tersebut tersebut terkadang bergerak dari atas ke bawah membentuk garis horizontal, atau memutar membuat sebuah lingkaran sempurna. Hanya saja, pena tersebut memiliki kekurangan. Tak bernyawa dan tak memiliki jiwa. Sayangnya, hanya sebuah alat untuk melengkapi secarik kertas putih hingga menjadi lebih bernilai. Dalang adalah otak dan jiwa, sehingga perpaduan sempurna tersebut menjadi sebuah maha karya. Sebut saja Chairil Anwar, Pramoedya Ananta Toer, Seno Gumira, ataupun Salman Rushdie adalah sedikit dari deretan nama wahid yang mampu menyulap kumpulan kertas putih menjadi lebih berharga. Bahkan para pembacanya mampu terhipnotis dalam rangkai kata yang mereka susun menjadi sebuah persepsi atau sudut pandang dalam setiap individu yang mencoba memahami setiap tulisan mereka. “Lantas apa bedanya mereka dengan saya? " Toh, saya juga memiliki perangkat yang seperti mereka,” gerut...