Panggung demokrasi tak mengundang birahi, Pemira Unsera berakhir antiklimaks

Pemira telah usai. Hegemoni demokrasi kampus telah usai. Hiruk pikuk kampus telah usai. Ah, damai, tentram. Seperti hidup di sebuah desa dengan pepohonan rindang yang menjulang tinggi. Terhampar sawah-sawah menghijau. Sayup-sayup senandung petani ditambah gemercik air dan kicauan burung, aduhai merdunya. Begitulah sepertinya. Suasana yang dirindukan jiwa perindu kesejukan

Dari sekian banyak mekanisme pergantian ketua lembaga, Pemilu Raya (Pemira) di tataran Universitas adalah salah satu yang harus mendapat perhatian lebih. Tetapi pada kenyataan, di tengah pelaksanaannya, Pemira Unsera tahun ini malah harus tersandung.

Di dalam alur sebuah film kita mengenal istilah “five-act play” yang terdiri dari pengenalan, konflik, klimaks, antiklimaks, dan penyelesaian. Kelima bagian tersebut adalah komponen yang membangun film sehingga alur cerita menjadi jelas dan bisa dinikmati. Pembagian porsi masing-masing harus dilakukan dengan bijak. Agar penonton tetap bergairah dan tertarik sehingga tidak beranjak dari kursinya sebelum lampu bioskop kembali dinyalakan.

Bisa dikatakan iklim perpolitikan Pemira di kampus kaca (a.k.a Unsera) tahun ini adem ayem, birahi perang gagasan kurang membuncah sehingga keikut-sertaan pemilih tidak begitu ramai. Jika melihat historis tahun-tahun sebelumnya, Pemira tahun ini mengalami penurunan yang signifikan. Pesta Demokrasi yang anti klimaks, jumlah pemilih Pemira tahun ini dibawah 1500 suara dari 5000 lebih jumlah mahasiswa Unsera.
Komisi Pemilihan Umum Mahasiwa (KPUM) sebagai penyelenggara pesta demokrasi kampus tahun ini belum bisa menjawab tantangan 'keapatisan' masyarakat Unsera, bahkan malah mengalami distorsi yang anjlok.

Pemimpin, representasi apa yang dia pimpin. Begitulah kalimat sering muncul mewarnai hari-hari pemira ini.

Terpilihlah kalian, petinggi-petinggi lembaga kemahasiswaan. Nakhoda kapal yang entah akan berlayar ke mana. Mungkin ada yang sedih, ada yang yang bahagia. Ada yang bangga, ada yang merasa kerdil. Begitulah. Sungguh, amanah itu berat sekali.

Yang dipimpin akan menuntut banyak dari yang memimpin. Rasional jika yang dipimpin akan meminta pemimpin yang ideal. Penyayang seperti Abu Bakr, tegas seperti Umar, lemah lembut seperti Ustman, dan cerdas seperti Ali. Padahal sadar atau tidak, empat kepribadian itu tak akan sanggup dirangkum dengan utuh dalam satu jasad.

Sebuah bangunan tak akan mampu berdiri hanya dengan satu penyangga. Mobil pun tak akan sanggup berjalan hanya dengan satu roda. Dan tulisan ini pun tak akan menjadi bacaan hanya disusun dengan satu huruf. Pun begitu dengan lembaga, ia tak akan mampu hidup dengan satu nafas. Lembaga bukan hanya berbicara tentang pemimpin, tetapi juga tentang yang dipimpin.

Pelangi tersusun dari berbagai warna. Jika ia diputar, bergerak bersama, seperti percobaan IPA anak SD, lingkaran spektrum warna, ia akan menjadi putih, bersih, dan suci. Begitu halnya dengan lembaga. Lembaga terisi dari berbagai latar belakang, berbagai warna kepribadian hingga tersusunlah pelangi di dalamnya. Pelangi itu akan berubah menjadi cahaya putih yang bersih, bersinar dengan indah diantara cahaya-cahaya lain. Menciptakan nuansa yang tak dapat terucapkan oleh lisan, tetapi ketentramannya dapat dirasakan oleh hati.

Ya, begitulah lembaga. Muncul harapan, cahaya itu, warna-warni pelangi yang telah menyatu menjadi sinar putih itu tercipta dari sudut kampus kaca. Cahaya yang akan menerangi dan menghangatkan. Cahaya yang akan menentramkan setiap jiwa yang merasakannya. Cahaya itu akan tercipta, insyaAllah, jika warna-warni pelangi itu bergerak bersama. Dan warna-warni pelangi itu adalah kita.

Persetan dengan Pemira yang anti-klimaks. Pesta demokrasi telah usai, dan pemimpin baru telah ditetapkan.
Dari awal saya ikut pemira ini, tidak masalah siapapun yang terpilih, karena yang terpilih sudah pasti mampu membawa Unsera jadi lebih baik.

Selamat atas kemenangannya Diky - Umin, selamat berkontribusi!
Unsera Jaya!!


Serang, 3 April 2019



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pandemi, Organisasi Mahasiswa, dan "Jadwal Molor" Pemira Unsera

Wisuda Drive Thru Unsera; Komersialisasi Pendidikan di Masa Pandemi

Kisah Fajar, Embun dan Senja