Langit dan Laut

Kamu kenapa kok bisa mencintai Langit?” tanyanya.

“Karena Langit itu luas. Aku ingin seluas langit dalam segala hal.” jawabku.

“Kamu kenapa kok bisa mencintai Langit?” tanyanya.

“Karena Langit itu luas. Aku ingin seluas langit dalam segala hal.” jawabku.

“Kalau dengan Laut? Dia kan sama-sama luas dan juga berwarna biru?” tanyanya lagi.

“Ya, semenjak aku mengenal Laut, aku juga jatuh cinta…”

“Cinta Laut juga? Ah, kamu menduakan Langit, dong.” potongnya.

“Ish, bukan. Tunggu aku selesai ngomong dulu. Setelah menyadari akan luas dan birunya Laut, pun aku masih saja dibuat jatuh cinta lagi terhadap Langit. Walaupun Laut terbentang sama luas dengan Langit, seperti tak ada batas diantara keduanya; pun tetap hati ini tidak bisa berpaling dari Langit. Laut biru, karena Langit. Dan hanya Langit yang mampu bersinar lagi walaupun berjam-jam lamanya ia menangis; juga hanya langit yang tidak lupa kembali dengan birunya setelah ditelan hitamnya malam.”

“Mmm…” gumamnya lirih.

“Langit itu keren, dan konsisten. Namun, bukan berarti Laut tidak keren, sih. Mereka berdua sama-sama kerennya kalau saling berpadu, tanpa kita sadari.”

“Jangan bilang Laut keren hanya karena ingin menyenangkanku, ya!” ketusnya.

“Hahaha!”


Ciptaannya aja sekeren itu, apalagi sang penciptanya? Tidak sulit bagi-Nya untuk meluaskan hatimu, sesempit apapun hidupmu, sebanyak apapun masalahmu; percayalah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pandemi, Organisasi Mahasiswa, dan "Jadwal Molor" Pemira Unsera

Wisuda Drive Thru Unsera; Komersialisasi Pendidikan di Masa Pandemi

Kisah Fajar, Embun dan Senja