Bunga Layu Tidak Selalu Termakan Usia
Potnya masih kokoh di pelataran rumah, dideru angin sore
menjelang malam, berbarengan bunyi lincak yang ditinggalkan oleh pemiliknya
masuk ke dalam rumah, sebab panggilan Tuhan telah diutamakan.
Tak ada yang melihat gerak-geriknya. Semakin
mekar di antara daun-daun yang lelah menyapa dan memberi semangat untuk tumbuh
berkembang, dan pot yang masih terjaga lebih dari waktu yang telah mengambang.
Telah dewasa bunga kesayangan. Dipeluknya
dedaunan, dikecupnya akarnya, dibelainya tubuhnya sendiri, karena telah
berhasil tumbuh dan tidak lagi memohon dan meminta pada semesta.
Tuhan cemburu saat itu, bunga tidak lagi berdoa
padanya, di antara sore yang semakin kelabu tidak ada lagi harapan bunga ingin
tumbuh, sebab bunga memang telah tumbuh adanya.
Bunga tidak butuh bertahan tampaknya, ucap Tuhan
kegirangan.
Esok pagi lincak dipukul oleh pemilik, sambil
teriak siapa yang menghancurkan bunganya. Baru saja dua hari mekar dan menari,
telah mati dan pergi.
Bunga teriak minta maaf, tapi Tuhan pun minta
maaf, sebab rasa cinta Tuhan yang membuat Tuhan ingin bertemu bunga dengan
cepat. Kata Tuhan, dalam kecemburuannya.
Komentar
Posting Komentar