(Bukan) Sapardi Djoko Damono: Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Jadi bagaimana rasanya mencintai seseorang secara sederhana? Aku tidak tahu persis jawabannya, tapi sepertinya akan terasa mudah. Tidak sama betul seperti puisi Bapak Sapardi Djoko Damono: Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, karena sejatinya tidak ada keterlibatan percakapan antara kayu pada api serta isyarat dari awan pada hujan.
Mengalir tenang seperti sungai yang dalam. Tetap beriak, meski pelan. Karena hidup memang di-design seperti itu, kan? Memiliki riak berarti memiliki hidup. Dan mencintai secara sederhana mestinya terasa hidup. Tetap ada air mata, namun ditutup dengan tawa membahana. Tidak gegap gempita, namun terasa nyata.
Karena sering kali kadar serotonin yang tercipta dalam tubuhmu ketika mencinta merancukan segalanya, ya akal sehat, juga logika. Memabukkan, menyenangkan, membuat ketagihan. Menimbulkan khayalan tapi bukan kenyataan.
Tidak, mencintai secara sederhana mestinya tidak semegah itu. Bukan meledak-ledak, kamu akan tetap menemukan logikamu berada pada tempatnya, dengan tambahan rasa hangat menyenangkan yang konstan tercipta. Seperti coklat panas yang kamu hirup ketika hujan turun dengan derasnya? Atau pelukan dari selimut kesayanganmu yang menempel di atas kasur dengan eratnya? Ya, aku rasa sensasinya kurang lebih seperti itu.
Sederhana, bukan sempurna, karna mencintai berarti menerima tanpa terpaksa. Tidak ada kata harus, yang ada hanya ingin. Ingin berada bersisian entah untuk berapa puluh tahun ke depan, apapun kondisinya.
Ya, aku ingin mencintaimu dengan sederhana.
Komentar
Posting Komentar