Untukmu Birokrasi Unsera yang Terhormat; Jangan Bebal dan Tuli

Salam hormat;
Birokrasi dan pemangku kebijakan Unsera

Surat ini ditulis bukan untuk memperkeruh keadaan terhadap situasi yang kita hadapi saat ini, yang masih sama-sama berjuang di tengah pandemi Covid-19. Mari sejenak kita berdo’a semoga musibah ini segera  berlalu sehingga  dapat beraktifitas seperti sedia kala. Bahu-membahu  meringankan  beban  dan  saling  membantu  sesuai kemampuan masing-masing adalah kewajiban kita semua.
Sampai saat ini kami telah mengikuti aturan kampus dengan baik. Perkuliahan kami ikuti, pembayaran tiap semester juga kami tunaikan, aturan dan imbauan akademik maupun non-akademik juga kami patuhi. Namun, dengan merebaknya pandemic Covid-19 diseluruh penjuru negeri ini membuat dunia pendidikan dipaksa untuk beradaptasi dengan kondisi global saat ini.
Melalui tulisan ini, saya sampaikan dengan hormat kepada bapak Rektor, bagaimana dengan hak-hak kami yang semestinya kami dapatkan seperti kami melakukan kegiatan belajar mengajar dengan tatap muka langsung seperti biasa. Kami pun tidak merasakan dan menggunakan fasilitas kampus secara fisik selama semester ini berjalan.
Tulisan ini dibuat berdasarkan keresahan pribadi berserta beberapa mahasiswa Universitas Serang Raya (UNSERA) dalam merespon kebijakan kampus tercinta.
Jangan menambah musibah lain di tengah musibah
Di tengah pandemi Covid-19 yang mengharuskan kita semua melakukan physical distancing, tentunya berdampak besar dalam kehidupan masyarakat. Salah satunya yakni kondisi perkuliahan. Perkuliahan yang semula dilakukan dengan tatap muka kini dialihkam menjadi pekuliahan daring (online).  Namun pada pelaksanaanya, kuliah daring ini menuai beberapa problem. Seperti ketidaksiapan kampus dalam melaksanakan kuliah daring sehingga berdampak pada perkuliahan yang berjalan secara tidak efektif. Tentunya hal ini menjadi musibah di tengah musibah yang sedang kita hadapi.
Kuliah daring di Universitas Serang Raya yang mulanya ditetapkan hanya dua pekan sejak 17 Maret 2020, kini beranjak hingga Agustus tepatnya akhir tahun ajaran semester genap 2019/2020. Dalam hal ini Rektor telah mengeluarkan surat edaran perihal perpanjangan kuliah daring sebanyak dua kali. Adanya surat tersebut sebagai respon pihak UNSERA untuk meminimalisir penyebaran Covid-19 yang sudah ditetapkan oleh BNPB (2020) sebagai  bencana  nasional.
Dalam surat edaran tersebut dapat disimpulkan bersama, bahwa perkuliahan secara tatap muka langsung ditiadakan  dan  dialihkan  menjadi  perkuliahan daring (dalam jaringan) atau kuliah online. Perkuliahan  daring  telah dilaksanakan  hingga  hari  ini.  Tentunya dalam perkuliahan daring diperlukan jaringan internet yang stabil dan lancar. Hal ini menjadi musibah bagi mahasiswa karena mereka harus merogoh kocek kembali untuk membeli kuota internet sebagai kebutuhan berjalannya kuliah daring, sialnya tidak sedikit uang yang mereka keluarkan.  Mengingat  perekonomian  setiap  mahasiswa pun  berbeda-beda.  Belum  lagi jika  kita mengulas  permasalahan  ini  dari  sudut  pandang  mahasiswa  akhir  yang sedang menyelesaikan skripsi. Sudah tentu mereka sangat membutuhkan fasilitas perpustakaan untuk mencari sumber-sumber literature yang relevan dalam menyelesaikan tugasnya.
Selain masalah kuota internet, kuliah daring pun dimanfaatkan oleh beberapa dosen yang tak bertanggung jawab terhadap tugasnya. Mereka hanya memberikan tugas, tugas dan tugas tanpa memberikan pengajaran secara daring kepada mahasiswanya. Tiba-tiba tahu beres dan dapat nilai. Belum lagi oleh mereka para dosen yang gagap akan teknologi dikarenakan beberapa faktor dalam dirinya. Seperti tidak dapat mengoperasikan android dan semacamnya, tak mengerti cara menggunakan Google Class Room, Zoom, Whatsapp Group dan lainnya. Hal ini menjadi bahan evaluasi untuk kampus tercinta UNSERA. Sehingga kuliah daring bukan hanya sekadar mengisi daftar hadir dan mengumpulkan tugas tetapi adanya proses pembelajaran dan transfer ilmu.
Hak yang tidak dibayar dari Biaya Operasional Pembangunan (BOP)
Ternyata langkah yang diambil oleh pimpinan kampus menuai banyak keresahan oleh mahasiswa. Pasalnya, pembelajaran online yang dilakukan selama ini tidak sesuai dengan ekspetasi dan kebutuhan mahasiswa sendiri.
Disamping pembayaran BOP yang begitu mahal, mahasiswa harus mengeluarkan biaya lebih untuk membeli kuota internet selama masa diterapkannya kebijakan untuk melakukan kuliah daring. Dengan bertambahnya kebutuhan mahasiswa, secara otomatis pengeluaran dana yang dikeluarkan mahasiswa pun akan berubah. Situasi seperti ini diperkeruh dengan berita banyaknya pekerja yang di PHK atau di rumahkan sehingga hal ini menjadi faktor sulitnya mahasiswa untuk membayar kuliah ditengah situasi seperti ini. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Kementrian ketenaga kerjaan (Kemenaker) sebanyak 1,94 juta pekerja di rumahkan atau pemutusan hubungan kerja (PHK) imbas pandemic corona. Berdasarkan data tersebut, pasti terjadi penurunanpendapatan akibat dampak Covid-19 ini. Untuk memenuhi kebutuhan pokok saja terasa sulit bagi yang pekerjanya terdampak, ditambah lagi kebutuhan dengan diberlakunya sistem kuliah daring,
Menanggapi hal ini, pimpinan UNSERA mengeluarkan Surat Keputusan Rektor tentang “Penundaan kemudahan berupaya penundaan pembayaran pendidikan bagi mahasiswa Universitas Serang Raya yang terkena dampak Covid-19”. Dalam hal ini, rektor memutuskan untuk memberi toleransi bagi mahasiswa untuk menunda pembayaran maksimal 50% dari total biaya yang harus dibayar pada angsuran kedua semester genap TA. 2019/2020; batas waktu penundaan adalah paling lambat pada angsuran ketiga (menjelang UAS semester genap TA. 2019/2020). Tentu keputusan itu membawa angin segar bagi mahasiswa yang belum mampu membayar semua angsuran keduanya, sehingga bisa menunda biaya angsuran perkuliahan.
Akan tetapi, ternyata kebijakan ini mengalami kontroversi dikalangan mahasiswa, menjadi pembicaraan hangat karena mahasiswa menganggap pimpinan kampus setengah-setengah dalam mengambil kebijakan. Karena kebijakan tersebut hanya penundaan pembayaran bukan pemberian subsidi atau pemotongan pembayaran BOP. Belum lagi, proses mekanisme penundaan pembayaran tersebut sangatlah rumit karena ada beberapa tahap yang harus ditempuh salah satunya melampirkan fotocopy KTP orangtua/wali.
Sarana dan prasaran yang sudah sepatutnya menjadi hak mahasiswa yang digunakan untuk kelancaran proses pembelajaran. Tetapi di tengah pandemi ini, mahasiswa terpaksa meninggalkan sarana dan prasarana tersebut. Oleh kerana itu, harusnya dana untuk pengadaan sarana dan prasarana yang dapat dinikmati di kampus (seperti Wi-Fi, perpustakaan, ruang kelas, dan lainnya) dialihkan untuk pengadaan kuota internet. Sialnya, kampus tercinta tidak dapat memenuhi hak tersebut. Oleh karena itu mahasiswa  merasa  ‘dirugikan’  karena tidak mendapatkan haknya. Jika kampus diam dan membisu, maka patut dipertanyakan ‘ke mana BOP kita?’ Sejauh ini belum ada keterbukaan terkait cara perhitungan serta aliran dana dari BOP ini digunakan untuk apa aja.
Kicauan Keluhan Mengudara
Dalam unggahan atau postingan mahasiswa Unsera selama kuliah dari rumah, saya lihat banyak unggahan yang mengeluhkan permasalahan kampus. Mulai dari efektivitas kuliah daring, bimbingan tugas akhir online, keluhan mahasiswa terhadap UTS daring hingga prosesi wisuda yang ditunda tak kunjung ada kepastian.
Audiensi yang diadakan pimpinan birokrasi dengan perwakilan mahasiswa beberapa hari silam hanya retorika semu yang tidak mengindahkan aspirasi mahasiswa, hanya sekadar meredam tanpa ada kebijakan yang sesuai harapan mahasiswa.
Pasca rektor mengeluarkan surat edaran terbaru perihal perpanjangan kuliah daring hingga Agustus, semakin banyak kicauan yang mengudara di social media. Wahai bapak rektor yang terhormat, daripada bikin ucapan untuk menerapkan pola hidup sehat ditengah pandemik yang sudah diketahui khalayak, alangkah lebih baik dipakai buat transparansi kebijakan-kebijakan yang bapak dan jajaran buat. Beri pemahaman secara kompherensif kenapa BOP tidak bisa dipotong, dan sebagainya. Atau, jika sudah membuka telinga, ikuti semua tuntutan mahasiswa, wujudkan, turunkan biaya BOP, efektifkan kuliah daring, beri penekanan pada dosen secara khusus untuk tidak berlebihan memberi tugas, dan tuntutan-tuntutan lainnya. Kenapa ini menjadi jalan termudah? Tentu saja, karena hanya dengan hal itu kicauan mahasiswa yang dapat menurunkan citra kampus akan mereda, nama baik UNSERA akan tetap terjaga.
Bukankah selama ini hubungan birokrat kampus dan mahasiswa selalu ingin diibaratkan seperti orang tua dan anak? Maka, mana ada anak yang tidak mau mengeluarkan keluhan kepada orang tuanya? Kecuali orang tua itu galak dan otoriter, atau memang begitu watak orang tua kita di UNSERA? Ah, semoga saja tidak.
Hari ini tentang kemanusiaan adalah hal yang sangat penting, krisis kesehatan adalah hal utama yang harus diperhatikan, bukankah kampus tempat mendidik kaum intelektual masa depan bangsa. Kami mahasiswa juga ingin diperhatikan bukan hanya tenaga kerja kampus saja yang selalu dipedulikan. Mahasiswa adalah populasi dominan kampus, maka setiap kebijakan yang dilahirkan di kampus harusnya atas dasar kebutuhan dan kondisi mahasiswa pula.
Akhir kata, semoga pandemi Covid-19 segera berlalu dan dapat dicarikan jalan  tengah  yang  menguntungkan  semua  pihak.  Oleh karenanya perlu  bagi jajaran birokrasi kampus tercinta UNSERA untuk mengindahkan harapan dan aspirasi mahasiswa dalam memperjuangkan hak-haknya.
Peluk hangat dan salam cinta untuk jajaran birokrat kampus yang saya yakini tidak akan berlaku dzolim terhadap para mahasiswanya.
“Seorang terpelajar harus berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan.”
(Pramoedya Ananta Toer)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pandemi, Organisasi Mahasiswa, dan "Jadwal Molor" Pemira Unsera

Wisuda Drive Thru Unsera; Komersialisasi Pendidikan di Masa Pandemi

Kisah Fajar, Embun dan Senja