Menampilkan Keindahan Dunia yang Tertutupi

Saya pergi bersama teman menggunakan motor. Diperjalanan kita banyak ngobrol, sesekali pembicaraan dengan topik penting. Meskipun seputar mahasiswa, seperti tentang politik kampus. Karena memang masa-masa menuju Pemilu Raya baik Fakultas maupun Universitas. Menjadi organisatoris memang tak akan pernah lepas dari perpolitikan mahasiswa, sehingga sesekali pembicaraan menuju kesana. Mau kemana lagi saya setelah ini. Bukan pertanyaan yang salah, dan saya menganggap wajar. Hanya saja, saya membatasi berinteraksi dengan tema seperti itu. Bukan apa-apa, namun hanya mengurangi porsi saja.


Kita bercerita kesibukan masing-masing di semester yang sudah semakin tua ini. Dari berangkat hingga pulang kembali.


Ketika sampai di toko buku, ada pertanyaan yang sering sekali saya dengar, dari orang-orang yang berbeda tetapi. “Kok kamu suka buku-buku kaya gitu? buku-buku politik, bahasanya berat-berat, topiknya serius. Aku susah kalo baca gituan.”


Bahkan saya sendiri tak benar-benar paham genre buku. Politik, budaya, seni, bisnis, ekonomi, psikologi, desain, dan filsafat hanya seperti itu genre yang saya tahu. Itu pun karena membaca di atas rak buku sebuah toko buku.


Saya hanya sedikit memaksa mata saya melihat, bibir saya membaca, otak saya memahami dan tangan untuk mau membuka halaman-halaman berikutnya. Apapun itu bukunya. Sejatinya manusia memang membutuhkan sebuah paksaan.


Terlebih dalam membaca buku.


Memang awalnya saya suka novel, puisi dan cerpen. Namun, dunia itu bukanlah sebatas Serang, Jakarta, atau Jawa saja. Jendela dalam rumah tak hanya jendela dapur saja atau kamar saja.


Itulah sebabnya, dengan sedikit memaksa saya membaca buku-buku baru.


Dengan harapan saya bisa lebih jauh dalam menjelajah dunia.


Dengan tujuan bisa melihat dunia dari segala jendela. Jika buku sering diibaratkan sebagai jendela dunia.


Saya memahami bahwa salah satu cara bertualang adalah lewat buku. Dengan segala cakrawala ilmu, samudra wawasan dan dengan tingginya langit pemikiran orang-orang penjaga peradaban dan penulis sejarahnya sendiri atau perjalanan kehidupan.


Saya tak benar-benar percaya bahwa kamu, ataupun orang lain tidak bisa membaca buku-buku yang mungkin dianggap bukan tipemu.


Dengan sedikit memaksa, jendela itu akan terbuka. Menampilkan keindahan dunia yang tertutupi. Menghembuskan angin segar yang sebagian tertahan dan membawa kepada kedamaian literasi.


Percayalah, tidak ada salahnya sedikit memaksa.

           



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pandemi, Organisasi Mahasiswa, dan "Jadwal Molor" Pemira Unsera

Wisuda Drive Thru Unsera; Komersialisasi Pendidikan di Masa Pandemi

Kisah Fajar, Embun dan Senja